Menurut jaro dainah, seba adalah kegiatan rutin
masyarakat adat baduy dan merupakan tradisi yang diwariskan secara turun
temurun untuk mengahadap pemerintah (ratudan menak) secara resmi dengan tujuan
utama menjalin mempererat silaturahmi, melaporkan situasi dan kondisi baduy secara
khusus dan lingkungan lain secara umum serta penyampaian aspirasi dan harapan
sehingga terjalin kerja sama untuk saling mendoakan dan saling melindungi.
Lebih lanjut jaro dainah berkomentar seba juga bisa diartikan sebagai suatu
sikap penghormatan dan penghargaan pada pemerintah dengan menyampaikan sebagian
hasil panen warga dengan harapan dapat dinikmati oleh para pejabat pemerintah.
Seba sifatnya ajib dilaksanakan setahun sekali pada bulan safar awal tahun baru
sesuai dengan penanggalan adat baduy, pelaksanaannya seminggu setelah acara
ngalaksa sekitar tanggal 1 sampai tanggal 9 safar dengan waktu yang baik dari
tanggal 1-6 safar dan tidak boleh melebihi dari tanggal 10 bulan safar
(berkisar pada akhir april sampai akhir bulan mei). Mengingat seba sifatnya
wajib dilaksanakan jaro warega dan kokolotan kaduketug mengatakan kata-kata
amanat leluhurnya sebagai berikut: “bisi
engke dina hiji waktu atawa jaman seba euweuh nu narima, poma kudu tetep
dilaksanakeun sanajan ngan aya tunggal jeung dahan sapapan nu nyaksian.” Artinya:
jika suatu waktu nanti atau zaman tertentu acara seba tidak ada yang mau
menerima, dimohon tetap dilaksanakan walaupun hanya ada sebatang kayu yang
menyaksikan.
Ayah musid lebih memperjelas tentang urgensi dan
esensi seba. Menurut beliau bicara tentang seba minimal ada 7 yang harus
dipahami, yaitu sebagai berikut:
1.
Seba
adalah merupakan kegiatan keagaman yang wajib dilaksanakan oleh seluruh warga
baduy, baik warga baduy luar maupun warga baduy dalam.
2.
Seba
merupakan kegiatan buku atau acara adat yang rutin atau tradisi yang sudah
turun-temurun sejak kesukuan mereka lahir.
3.
Seba
pada intinya adalah silaturrahmi suku baduy pada para ratu dan menak (para
oemimpin daerah) dengan didasari kesadaran dan keikhlasan.
4.
Seba
memiliki aturan-aturan khusus sehingga pada pelaksanaannya tidak sembarangan
harus melalui perhitungan, musyawarah dan kesepakatan lembaga adat dengan pihak
pemerintah sehingga sifatnya resmi
5.
Seba
bukan penyerahan upeti atau tanda tunduknya baduy pada pemerintahan karena
baduy tidak pernah melaksanakan peperangan dengan siapapun, tetapi seba
dipandang sebagai suatu rasa penghormatan dan penghargaan dari baduy pada
pemerintah atau syukuran atas kebahagiaan telah selesai melaksanakan rukun
wiwitan sehingga pada acara tersebut membawa dan menyerahkan kumpulan sebagian
hasil panen warga baduy dan itu dilakukan atas kesadaran warga tanpa paksaan
6.
Seba
sesungguhnya merupakan kegiatan yang dititipkan dari leluhur untuk menyampaikan
amanat-amanat wiwitan pada pemerintah berupa saling menitipkan, mengingatka,
melaporkan dan mendoakan secara lahirnya dan secara batinnya agar manusia,
bangsa dan Negara agar tetap aman tentram terhindar dari bencana dan kerusakan
7.
Pada
seba juga disampaikan berbagai hal yang berkaitan dengan keluhan adat, kejadian-kejadian
yang menimpa adat serta harapan-harapan adat. Maka setiap acara seba, tema atau
misi berbeda-beda diesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat itu.
Ayah mursid menandaskan dalam bahasa
sundanya sebagai berikut : “munceuk sunda namah kieu seba the salah sahiji
rangkaian upacara kagiatan keagamaan anu dipusti-pusti saenggeus ngalaksanakeun
Upacara ngalaksa sebagai panutup tahun. Eta seba dilaksanakeun sataun sakali
setiap awal tahun saminggu geus ngalaksa, waktuna antara tanggal 1 nepika tanggal 9 bulah safar pananggalan baduy.
Eusi seba diantarana nepikeun kawajiban berupa amanat-amanat secara langsung ka
ratu jeung menak oge pamarentah khususna nu jadi kabeubeurat adat, keluhan
adat, negaskeun jeung mere pepeling mana nu kudu laksanakeun ku menak atawa
pamarentah supaya iyeu alam jeung lingkungan teteo ayem tentrem sebab jelma mah
ngan bisana ngaruksak alam, nyieun jeung ngabebenahma can puguh bisa? Lamun ieu
acara seba teu digubris maka pamarentah kudu siap nanggung risiko jeung
akibatna mun aya mamala. Kkusebab datang langsung piraku lengoh makana mawa
hasil bumi atawa hasil tatanen keur nyukuran kana kabahagian, maka ku urang
luar sok disebut seba teh pestana urang baduy”
Menurut ayah mursid, seba yang
dijelaskeun diatas tadi adalah seba tahapan ketiga atau puncaknya kegiatan
seba, karena sebelum itu ada 2 tahapan yang dilaksanakan di wilayah tanah
ulayat. Secara rinci tahapan seba dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu sebagai
berikut.
1.
Tahapan
pertama:
Seba dari baduy dalam ke dangka dengan luar
·
Kampong
cibeo seba-nya ke dangka
cihulu/cipatik
·
Kampong
cikartawana seba-nya ke dangka payaweuyan dan
·
Kampong
cikeusik seba-nya ke dangka cibeungkung/pada-waras
2.
Tahapan
kedua:
Dari pada dangka-dangka melimpahkan ke jaro Warega
3.
Tahapan
ketiga:
Setelah beres di warega baru seba ke pemerinah
dengan urutan ke Kecamatan berupa laporan, lalu ke Kabupaten Lebak, dilanjutkan
ke Kabupaten Pandeglang , ke Gubernur dan terakhir ke Kabupaten Serang (Kab.
Tangerang dan cilegon tidak)
Tata cara pelaksanaan kegiatan seba ke pemerintahan
ini dipimpin langsung oleh jaro warega, jaro pamarentah, jaro tanggungan dua
belas dan didampingi oleh para sesepuh adat baduy dalam (mantan-mantan pemimpin
adat) termasuk para jaro tangtu baduy Dalam Girang Seurat yang sedang menjabat,
para kokolotan lembur, para pangiwa, sekdes serta warga laki-laki baik dari
baduy dlam maupun dari baduy luar untuk setiap golongan umur : golongan orang
tua, dewasa, remaja bahkan tingkatan anak-anak. Para wanita menurut hukum adat
tidak diperkenankan untuk mengikuti acara seba.
Ha-hal yang biasa dipersiapkan untuk dibawa pada
acara seba ini adalah mengumpulkan hasil bumi atau panen dari setiap warga
berupa beras, pete, gula, pisang, jaat, trubus, jahe dan hasil bumi lainnya dan
itu semua dilakukan tanpa paksaan tapi datang darir kesadaran dan keikhlasan,
lalu dikumpulkan dan dibagi menjadi empat bagian sesuai dengan tempat tujuan
pelaksanaan yaitu ke bapak gede kabupaten lebak, pandeglang, serang dank e
ibu/bapak gede gubernur banten (istilah bapak/ibu gede adalah bupati atau
gubernur) dan yang paling penting untuk dibawa dan jangan sampai lupa adalah
membawa laksa yang sudah dikeringkan hasil dari ritual ngalaksa. Menurut keyakinan mereka laksa ini adalah industry atau
gabungan dari padi hasil panen seluruh warga baduy pada tahun tersebut
dicampurkan menjadi satu kesataun yang utuh sebagai pertanda utuhnya kesatuan
persatuan dan hati mereka untuk selalu melaksanakan pikukuh karuhun. Padi
menurut keyakinan mereka adalah makanan pokok untuk hidupnya manusia, dan bila
laksa sebagai gabungan padi dari seluruh warga baduy yang sudah diritualkan
melalui doa-doa diberikan dan dimakan oleh para pemimpin itu artinya seluruh
jiwa raga, tenaga, harapan dan kehendak warga baduy sudah disampaikan secara
resmi sebagai pembuktian tugas kesukuan mereka untuk selalu ngasuh ratu dan
ngajayak menak (menghormati dan menyayangi pemimpin). Maka pelaksanaan seba
yang menjadi inti acara adalah membacakan doa dan menyerahkan laksa oleh para
tokoh adat yang di hadapan para pemimpinnya yang disaksikan oleh peserta baik
dari pihak kesukuan baduy dan pihak pemerintahan beserta jajarannya.
Mengingat seba juga merupakan ajang penyampaian
informasi, aspirasi dan harapan secara langsung warga adat maka dalam setiap
acara seba agenda, tema atau misinya berbeda-beda disesuaikan dengan situasi
dan kondisi Negara serta kejadian-kejadian yang dialamai atau diirasakan pada
tahun tersebut. Namun yang pokok agenda tetap berkisar pada keamanan.,
kelestarian dan perlindungan alam serta lingkungan yang diamanatkan karena
kesukuan mereka sangat mencintai keharmonisan dan kelestarian alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar