Senin, 07 Desember 2015

POSITIVISME



A.    PENGERTIAN POSITIVISME
Positivisme merupakan Aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah.
Positivisme (disebut juga sebagai empirisme logis, empirisme rasional, dan juga neo-positivisme) adalah sebuah filsafat yang berasal dari Lingkaran Wina pada tahun 1920-an. Positivisme Logis berpendapat bahwa filsafat harus mengikuti rigoritas yang sama dengan sains. Filsafat harus dapat memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan adalah benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali.
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Positivismemerupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme logis ini antara lain Moritz SchlickRudolf CarnapOtto Neurath, dan A.J. AyerKarl Popper, meski awalnya tergabung dalam kelompok Lingkaran Wina, adalah salah satu kritikus utama terhadap pendekatan neo-positivis ini.
Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki minat kuat terhadap sains dan mempunyai sikap skeptis terhadap ilmu agama dan hal-hal yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan inferensi logis yang berdasarkan fakta yang jelas. Sehingga, penganut paham ini mendukung teori-teori paham realisme, materialisme , naturalisme, filsafat dan empirisme.

B.     Sejarah Muncul
Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno. Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad ke-19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metadisik, dan ilmiah. Dalam tahap teologi, fenomena alam dan sosial dapat dijelaskan berdasarkan kekuatan spiritual. Pada tahap metafisik manusia akan mencari penyebab akhir (ultimate causes) dari setiap fenomena yang terjadi. Dalam tahapan ilmiah usaha untuk menjelasakn fenomena akan ditinggalkandan ilmuan hanya akan mencari korelasi antarfenomena. Pengembangan penting dalam paham positivisme klasik dilakukan oleh ahli ilmu alam Ernst Mach yang mengusulkan pendekatan teori secara fiksi. Teori ilmiah bermanfaat sebagai alat untuk menghafal, tetapi perkembangan ilmu hanya terjadi bila fiksi yang bermanfaat digantikan dengan pernyataan yang mengandung hal yang dapat diobservasi. Meskipun Comte dan Mach mempunyai pengaruh yang besar dalam penulisan ilmu ekonomi (Comte mempengaruhi pemikiran J.S. Mill dan Pareto sedangkan pandangan Mach diteruskan oleh Samuelson dan Machlup). Pengaruh yang paling utama adalah ide dalam pembentukan filosofi ilmiah pada abad 20 yang disebt logika positivisme (logical positivism).

Ajaran Pokok Positivsme logis
pernyataan-pernyataan metafisik tidak bermakna. Pernyataan itu tidak dapat diverifikasi secara empiris dan bukan tautologi yang berguna. Tidak ada cara yang mungkin untuk mentukan kebenarannya ( atau kesalahannya ) dengan mengacu pada pengalaman. Tidak ada pengalaman yang mungkin yang pernah dapat mendukung pertanyaan-pertanyaan metafisik seperti : “ Yang tiada itu sendiri tiada” ( The nothing it self nothing- Das Nichts selbst nichest, Martin Heidegger ), “ yang mutlak mengatasi Waktu”, “ allah adalah Sempurna “, ada murni tidak mempunyai ciri “, pernyataan-pernyataan metafisik adalah semu. Metafisik berisi ucapan-ucapan yang tak bermakna.
Auguste Comte ( 1798-1857 ) ia memiliki peranan yang sangat penting dalam aliran ini. Istilah “positivisme” ia populerkan. Ia menjelaskan perkembangan pemikiran manusia dalam kerangka tiga tahap. Pertama,tahap teologis. Disini , peristiwa-peristiwa dalam alam dijelaskan dengan istilah-istilah kehendak atau tingkah dewa-dewi. Kedua, tahap metafisik. Disini, peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan melalui hukum-hukum umum tentang alam. Dan ketiga, tahap positif.Disini, peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan secara ilmiah.
Upaya-upaya kaum positivis untuk mentransformasikan positivisme menjadi semacam “agama baru”,cendrung mendiskreditkan pandangan-pandangannya. Tetapi tekanan pada fakta-fakta, indentifikasi atas fakta-fakta dengan pengamatan-pengamatan indera,dan upya untuk menjelaskan hukum-hukum umum dengan induksi berdasarkan fakta,diterima dan de ngan cara berbeda-beda diperluas oleh J.S Mill ( 1806-1873 ).E.Mach (1838-1916 ), K.Pierson ( 1857-1936 ) dan P.Brdgeman ( 1882-1961 ).

C.     TOKOH-TOKOH YANG MENGANUT PAHAM POSITIVISME
1.      Auguste Comte ( 1798 – 1857 )
Bernama lengkap Isidore Marrie Auguste Francois Xavier Comte, lahir di Montepellier, Perancis (1798). Keluarganya beragama khatolik yanga berdarah bangsawan. Dia mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris dan lama hidup disana. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan Ecole sesudah seorang mahasiswa yang memberontak dalam mendukung Napoleon dipecat. Auguste Comte memulai karier professionalnya dengan memberi les dalam bidang Matematika. Walaupun  demikian, perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah-masalah kemanusiaan dan sosial. Tahun 1844, dua tahun setelah dia menyelesaikan enam jilid karya besarnya yang berjudul “Clothilde Course of Positive Philosophy”. Comte bertemu dengan Clothilde de Vaux, seorang ibu yang mengubah kehidupan Comte. Dia berumur beberapa tahun lebih muda dari  pada Comte. Wanita tersebut sedang ditinggalkan suaminya ketika bertemu dengan Comte pertama kalinya, Comte langsung mengetahui bahwa perempuan itu bukan sekedar perempuan. Sayangnya Clothilde de Vaux tidal terlalu meluap-luap seperti Comte. Walaupun saling berkirim surat cinta beberapa kali, Clothilde de Vaux menganggap hubungan itu adalah persaudaraan saja. Akhirnya, dalam suratnya Chlothilde de Vaux menerima menjalin keprihatinan akan kesehatan mental Comte. Hubungan intim suami isteri rupanya tidak jadi terlaksana, tetapi perasaan mesra sering diteruskan lewat surat menyurat. Namun, romantika ini tidak berlangsung lama, Chlothilde de Vaux mengidap penyakit TBC dan hanya beberapa bulan sesudah bertemu dengan Comte, dia meninggal. Kehidupan Comte lalu bergoncang, dia bersumpah membaktikan hidupnya untuk mengenang “bidadarinya” itu. Auguste Comte juga memiliki pemikiran Altruisme. Altruisme merupakan ajaran Comte sebagai kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zaman. Altruisme diartikan sebagai “menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat”. Bahkan, bukan “salah satu masyarakat”, melainkan “humanite” suku bangsa manusia” pada umumnya. Jadi, Altruisme bukan sekedar lawan “egoisme”(Juhaya S. Pradja, 2000 : 91). Keteraturan masyarakat yang dicari dalam positivisme hanya dapat dicapai kalau semua orang dapat menerima altruisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka. Sehubungan dengan altruisme ini, Comte menganggap bangsa manusia menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan baru dan positivisme ini disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk” dalam hal ini Comte mengusulkan untuk mengorganisasikan semacam kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap dengan imam-imam, santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain. Ini sebenarnya dapat dikatakan sebagai “Suatu agama Katholik tanpa agma Masehi”. Dogma satu-satunya agama ini adalah cinta kasih sebagai prinsip, tata tertib sebagai dasar, kemajuan sebagai tujuan. Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau zaman tersebutdi atas menurut Comte tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi perkembangan perorangan. Misalnya sebagai kanak-kanak seorang teolog adalah seorang positivis.
2.      John Stuart Mill ( 1806 – 1873 )
Ia adalah seorang filosof Inggris yang menggunakan sistem positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan. John Stuart Mill memberikan landasan psikologis terhadap filsafat positivisme. Karena psikologi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum positif, Mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
3.      H. Taine ( 1828 – 1893 )
Ia mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan kesastraan.
4.      Emile Durkheim (1852 – 1917 )
Ia menganggap positivisme sebagai asas sosiologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar