A. PENGERTIAN POSITIVISME
Positivisme merupakan Aliran
pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan
pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah.
Positivisme (disebut juga sebagai
empirisme logis, empirisme rasional, dan juga neo-positivisme) adalah sebuah
filsafat yang berasal dari Lingkaran Wina pada tahun 1920-an. Positivisme Logis berpendapat
bahwa filsafat harus mengikuti rigoritas yang sama dengan sains. Filsafat harus
dapat memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan
adalah benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali.
Positivisme adalah suatu aliran
filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang
benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika. Tidak mengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Positivismemerupakan
empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim
karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain
bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Tokoh-tokoh yang menganut paham
positivisme logis ini antara lain Moritz Schlick, Rudolf Carnap, Otto Neurath, dan A.J. Ayer. Karl Popper, meski awalnya tergabung dalam kelompok Lingkaran Wina,
adalah salah satu kritikus utama terhadap pendekatan neo-positivis ini.
Secara umum, para penganut paham
positivisme memiliki minat kuat terhadap sains dan mempunyai sikap skeptis
terhadap ilmu agama dan hal-hal yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa
semua ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan inferensi logis yang berdasarkan
fakta yang jelas. Sehingga, penganut paham ini mendukung teori-teori
paham realisme, materialisme , naturalisme,
filsafat dan empirisme.
B. Sejarah Muncul
Pada dasarnya positivisme adalah
sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah
yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa
dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat,
yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian di
atas dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno. Terminologi
positivisme dicetuskan pada pertengahan abad ke-19 oleh salah satu pendiri ilmu
sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia
melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metadisik, dan ilmiah. Dalam
tahap teologi, fenomena alam dan sosial dapat dijelaskan berdasarkan kekuatan
spiritual. Pada tahap metafisik manusia akan mencari penyebab akhir (ultimate
causes) dari setiap fenomena yang terjadi. Dalam tahapan ilmiah usaha untuk
menjelasakn fenomena akan ditinggalkandan ilmuan hanya akan mencari korelasi
antarfenomena. Pengembangan penting dalam paham positivisme klasik dilakukan
oleh ahli ilmu alam Ernst Mach yang mengusulkan pendekatan teori secara fiksi.
Teori ilmiah bermanfaat sebagai alat untuk menghafal, tetapi perkembangan ilmu
hanya terjadi bila fiksi yang bermanfaat digantikan dengan pernyataan yang
mengandung hal yang dapat diobservasi. Meskipun Comte dan Mach mempunyai
pengaruh yang besar dalam penulisan ilmu ekonomi (Comte mempengaruhi pemikiran
J.S. Mill dan Pareto sedangkan pandangan Mach diteruskan oleh Samuelson dan
Machlup). Pengaruh yang paling utama adalah ide dalam pembentukan filosofi
ilmiah pada abad 20 yang disebt logika positivisme (logical positivism).
Ajaran Pokok Positivsme logis
pernyataan-pernyataan metafisik
tidak bermakna. Pernyataan itu tidak dapat diverifikasi secara empiris dan
bukan tautologi yang berguna. Tidak ada cara yang mungkin untuk mentukan
kebenarannya ( atau kesalahannya ) dengan mengacu pada pengalaman. Tidak ada
pengalaman yang mungkin yang pernah dapat mendukung pertanyaan-pertanyaan
metafisik seperti : “ Yang tiada itu sendiri tiada” ( The nothing it
self nothing- Das Nichts selbst nichest, Martin Heidegger ), “ yang
mutlak mengatasi Waktu”, “ allah adalah Sempurna “, ada murni tidak mempunyai
ciri “, pernyataan-pernyataan metafisik adalah semu. Metafisik berisi
ucapan-ucapan yang tak bermakna.
Auguste
Comte (
1798-1857 ) ia memiliki peranan yang sangat penting dalam aliran ini. Istilah
“positivisme” ia populerkan. Ia menjelaskan perkembangan pemikiran manusia
dalam kerangka tiga tahap. Pertama,tahap
teologis. Disini , peristiwa-peristiwa dalam alam dijelaskan dengan
istilah-istilah kehendak atau tingkah dewa-dewi. Kedua, tahap metafisik. Disini,
peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan melalui hukum-hukum umum tentang alam.
Dan ketiga, tahap positif.Disini,
peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan secara ilmiah.
Upaya-upaya kaum positivis untuk
mentransformasikan positivisme menjadi semacam “agama baru”,cendrung
mendiskreditkan pandangan-pandangannya. Tetapi tekanan pada fakta-fakta,
indentifikasi atas fakta-fakta dengan pengamatan-pengamatan indera,dan upya
untuk menjelaskan hukum-hukum umum dengan induksi berdasarkan fakta,diterima
dan de ngan cara berbeda-beda diperluas oleh J.S Mill ( 1806-1873 ).E.Mach
(1838-1916 ), K.Pierson ( 1857-1936 ) dan P.Brdgeman ( 1882-1961 ).
C. TOKOH-TOKOH YANG MENGANUT PAHAM POSITIVISME
1. Auguste Comte ( 1798 – 1857 )
Bernama lengkap Isidore Marrie
Auguste Francois Xavier Comte, lahir di Montepellier, Perancis (1798).
Keluarganya beragama khatolik yanga berdarah bangsawan. Dia mendapat pendidikan
di Ecole Polytechnique di Paris dan lama hidup disana. Dikalangan
teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka
memberontak, yang meninggalkan Ecole sesudah seorang mahasiswa yang memberontak
dalam mendukung Napoleon dipecat. Auguste Comte memulai karier professionalnya dengan
memberi les dalam bidang Matematika. Walaupun
demikian, perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah-masalah
kemanusiaan dan sosial. Tahun 1844, dua tahun setelah dia menyelesaikan enam
jilid karya besarnya yang berjudul “Clothilde Course of Positive Philosophy”.
Comte bertemu dengan Clothilde de Vaux, seorang ibu yang mengubah kehidupan
Comte. Dia berumur beberapa tahun lebih muda dari pada Comte. Wanita tersebut sedang
ditinggalkan suaminya ketika bertemu dengan Comte pertama kalinya, Comte langsung
mengetahui bahwa perempuan itu bukan sekedar perempuan. Sayangnya Clothilde de
Vaux tidal terlalu meluap-luap seperti Comte. Walaupun saling berkirim surat
cinta beberapa kali, Clothilde de Vaux menganggap hubungan itu adalah
persaudaraan saja. Akhirnya, dalam suratnya Chlothilde de Vaux menerima
menjalin keprihatinan akan kesehatan mental Comte. Hubungan intim suami isteri
rupanya tidak jadi terlaksana, tetapi perasaan mesra sering diteruskan lewat
surat menyurat. Namun, romantika ini tidak berlangsung lama, Chlothilde de Vaux
mengidap penyakit TBC dan hanya beberapa bulan sesudah bertemu dengan Comte,
dia meninggal. Kehidupan Comte lalu bergoncang, dia bersumpah membaktikan
hidupnya untuk mengenang “bidadarinya” itu. Auguste Comte juga memiliki pemikiran
Altruisme. Altruisme merupakan ajaran Comte sebagai kelanjutan dari ajarannya
tentang tiga zaman. Altruisme diartikan sebagai “menyerahkan diri kepada
keseluruhan masyarakat”. Bahkan, bukan “salah satu masyarakat”, melainkan
“humanite” suku bangsa manusia” pada umumnya. Jadi, Altruisme bukan sekedar
lawan “egoisme”(Juhaya S. Pradja, 2000 : 91). Keteraturan masyarakat yang
dicari dalam positivisme hanya dapat dicapai kalau semua orang dapat menerima
altruisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka. Sehubungan dengan altruisme
ini, Comte menganggap bangsa manusia menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan
baru dan positivisme ini disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk” dalam hal ini
Comte mengusulkan untuk mengorganisasikan semacam kebaktian untuk If Grand Eire
itu lengkap dengan imam-imam, santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain.
Ini sebenarnya dapat dikatakan sebagai “Suatu agama Katholik tanpa agma
Masehi”. Dogma satu-satunya agama ini adalah cinta kasih sebagai prinsip, tata
tertib sebagai dasar, kemajuan sebagai tujuan. Perlu diketahui bahwa ketiga
tahap atau zaman tersebutdi atas menurut Comte tidak hanya berlaku bagi
perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi perkembangan
perorangan. Misalnya sebagai kanak-kanak seorang teolog adalah seorang
positivis.
2. John Stuart Mill ( 1806 – 1873 )
Ia adalah seorang filosof Inggris
yang menggunakan sistem positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan.
John Stuart Mill memberikan landasan psikologis terhadap filsafat positivisme.
Karena psikologi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya
dengan kaum positif, Mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber
pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode yang paling
dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
3. H. Taine ( 1828 – 1893 )
Ia mendasarkan diri pada positivisme
dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan kesastraan.
4. Emile Durkheim (1852 – 1917 )
Ia menganggap positivisme sebagai
asas sosiologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar