Filsafat
Esensialisme dalam Pendidikan
Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai
dengan dinamika manusia dan masyarakat. Pendidikan selalu mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan sosial-budaya dan perkembangan iptek.
Pemikiran-pemikiran aliran pendidikan berlangsung seperti suatu diskusi
berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran terdahulu yang selalu ditanggapi
dengan pro dan kontra oleh pemikir berikutnya, karena dialog tersebut akan
mmelahirkan pemikiran-pemikiran baru. Agar diskusi dapat diikuti dan dipahami
maka ada berbagai aspek yang harus dipahami terlebih dahulu, karena setiap
calon tenaga pendidik harus memahami aliran-aliran pendidikan agar dapat
menangkap makna setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu.
A.
FILSAFAT
PENDIDIKAN ESENSIALISME
Esensialisme
adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia, yang muncul pada zaman renaissance dengan
ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresifisme. Perbedaannya yang utama
adalah memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas,
dimana serta terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan denga
doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada
nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan
dan nilai-nilai terpilih yang mempunya tata yang jelas. Idealisme dan realisme
sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak
melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
1. Pandangan dan penerapannya dibidang
pendidikan
1.1 Pandangan esensialisme mengenai
belajar
Idealisme
sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan
menitikberatkan pada individu tersebut. Menurut idealisme, bila seorang itu
belajar pada taraf permulaan adalah memahami dirinya sendiri, terus bergerak
keluar untuk memahami dunia obyektif. Dengan mengambil landasan fikir,
belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya
sebagai substansi spiritual yang jiwanya membina dan menciptakan diri sendiri.
Belajar
adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan
baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan kepada angkatan
berikutnya. Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya
dua jenis, yaitu determinasi mutlak dan determinasi terbatas.
1.2 Pandangan Esensialisme Mengenai
Kurikulum
Beberapa
tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada
landasan idiil dan organisasi yang kuat. Kegiatan dalam pendidikan perlu
disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Sehingga kegiatan dan
keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejajar dengan fundamen-fundamen
yang telah ditentukan.
2. Pandangan dan Sikap Tentang Aliran
Esensialisme
1) Pandangan secara Ontologi
Sifat yang menonjol dari ontology
esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikusai oleh tata yang tiada
cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Tujuan umum aliran ini adalah
membentuk pribadi bahagia di dunia dan di akhirat yang isi pendidikannya
mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu
menggerakkan kehendak manusia.
2. Pandangan secara Epistimologi
Teori
kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti
epistimologi esensialisme. Sebab jika manusia mampu menyadari realita sebagai
mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau
kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestinya.
3. Pandangan secara Axiologi
Pandangan
ontologi dan epistimologi sangan mempengaruhi pandangan axiologi. Bagi aliran
ini, nilai-nilai berasal, tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan
realisme sebab esensialisme terbina oleh kedua syarat tersebut.
a. Teori nilai menurut idealism
Penganut
idealisme berpegang bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu
seseorang dikatakan baik jika banyak interaktif berada di dalam dan
melaksanakan hukum-hukum itu. Menurut idealisme bahwa sikap, tingkah laku dan
ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk
b. Teori nilai menurut realism
Prinsip
sederhana realisme tentang etika adalah melalui asas ontologi bahwa sumber
semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya.
Esensialisme menerapkan prinsip idealisme dan realisme secara eklektis,
filsafat ini berpendapat bahwa alam semesta dan isinya diatur oleh hukum yang
mencakup semuanya sehingga tugas manusia hanya memahami agar bisa menghargai
dan menyesuaikan diri dengan tatanan tersebut.
B. Ciri-ciri Aliran Esensialisme
Esensialisme yang
berkembang pada zaman Renaissance mempunyai tinjauan yang berbeda dengan
progressivisme mengenai pendidikan dan kebudayaan. Jika progressivisme
menganggap pendidikan yang penuh fleksibelitas, serba terbuka untuk perubahan,
tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, toleran dan nilai-nilai dapat
berubah dan berkembang, maka aliran Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan
yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat
menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang
terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah
diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh
waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi
Nilai-nilai yang
dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif,
selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai
pangkal timbulnya pandangan-pandangan Esensialistis awal. Puncak refleksi dari
gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas.
Idealisme dan
Realisme adalahaliran-aliran filsafat yang membentuk corak Esensialisme.
Sumbangan yang diberikan oleh masing-masing ini bersifat eklektik, artinya dua
aliran filsafat ini bertemu sebagai pendukung Esensialisme, tetapi tidak lebur
menjadi satu. Berarti, tidak melepaskan sifat-sifat utama masing-masing.
Realisme modern
yang menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat tinjauannya adalah
mengenai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang
lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual.
Idealisme modern
mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi
gagasan-gagasan(ide-ide). Di balik duni fenomenal ini ada jiwa yang tidak
terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai
makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Dengan menguji menyelidiki
ide-ide serta gagasan-gagasannya, manusia akan dapat mencapai kebenaran, yang
sumbernya adalah Tuhan sendiri.
Menurut
William C. Bagley ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme adalah sebagai
berikut :
1. Minat-minat yang kuat dan tahan lama
sering timbul dari upaya-upaya belajar awal yang memikkat atau menarik
perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
2. Pengawasan, pengarahan, dan
bimbingan orang dewasa melekat dalam masa balita yang panjang atau
ketergantungan yang khusus pada spesies mansia.
3. Oleh karena kamampuan untunk
kedisiplinan diri harus menjad tujuan pendidikan.
4. Esensialisme menawarkan sebuah teori
yang kokoh dan kuat tentang pedidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya
memberikan sebuah teri lemah.
C. Prinsip – prinsip pendidikan aliran
Esensialisme
Prinsip
– prinsip pendidikan aliran Esensialisme antara lain :
1. Belajar pada dasarnya melibatkan
kerja keras dan dapat menimbulkan keseganan dan menekankan pentingnya prinsip
disiplin.
2.
Inisiatif
dalam pendidikan harus ditekankan pada pendidik bukan pada anak didik.
3.
Inti
dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek materi yang telah
ditentukan.
4.
Sekolah
harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin
mental.
5.
Tujuan
akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum, karena dianggap
tuntunan demokrasi yang nyata.
D. POLA DASAR PENDIDIKAN ESSENSIALISME
Uraian berikut ini akan memberikan penjelasan tentang
pola dasar pendidikan aliran esensialisme yang didasari oleh pandangan
humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada keduniaan,
serba ilmiah dan materialistik.
Untuk mendapatkan pemahaman pola dasar yang lebih rinci
kita harus mengenal dari referensi pendidikan esensialisme. Imam Barnadib
(1985)11) mengemukakan beberapa tokoh terkemuka yang berperan dalam penyebaran
aliran essensialisme dan sekaligus memberikan pola dasar pemikiran mereka.
1) Desidarius Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada
akhir abad ke15 dan permulaan abad ke 16, adalah tokoh pertama yang menolak
pandangan hidup yanag berbijak pada “dunia lain”. Ia berusaha agar kurikulum di
sekolah bersifat humanistis dan bersifat internasional, sehingga dapat diikuti
oleh kaum tengahan dan aristokrat.
2) Johann Amos Comeniuc (1592-1670), tokoh Reinaissance yang
pertama yang berusaha mensistematiskan proses pengajaran. Ia memiliki pandangan
realis yang dogmatis, dan karena dunia ini dinamis dan bertujuan, maka tugas
kewajiban pendidikaan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan.
3) John Lock (1632-1704), tokoh dari inggris dan populer
sebagai “pemikir dunia” mengatakan bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat
dengan situasi dan kondisi.
4) Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827), mempunyai
kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada
diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu ia percaya
kepada hal-hal yang transendental, dan manusia mempunyai hubungan transendental
langsung dengan Tuhan.
5) Johann Frederich Frobel (1782-1852), seorang tokoh
transendental pula yang corak pandangannya bersifat kosmissintetis, dan manusia
adalah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini. Oleh karena
itu ia tunduk dan mengikuti ketentuan dari hukum-hukum alam. Terhadap
pendidikan ia memandang anak sebagai makhluk yang berekspresi kreatif, dan
tugas pendidikan adalah memimpin peserta didik kearah kesadaran diri sendiri
yang murni, sesuai fitrah kejadiannya.
6) Johann Fiedrich Herbart (1776-1841), salah seorang murid
Immanuel Kant yang berpandangan kritis. Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan
adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari Yang Mutlak, berarti
penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan, dan ini pula yang disebut
“pengajaran yang mendidik” dalam proses pencapaian pendidikan.
7) Tokoh terakhir dari Amerika Serikat, William T. Harris
(1835-1909)-pengikut Hegel, berusaha menerapkan Idealisme Obyektif pada
pendidikan umum. Menurut dia bahwa tugas pendidikan adalah mengizinkan
terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan
spiritual. Keberhasilan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara
nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri
setiap orang kepada masyarakat
E. BEBERAPA PANDANGAN DALAM ESENSIALISME
Sebagai reaksi dalam tuntutan zaman yang ditandai oleh suasana
hidup yang menjurus kepada keduniaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang mulai terasa sejak abad ke15, realisme dan idealisme perlu
menyusun pandangan-pandangan yang modern. Untuk itu perlu disusun kepercayaan
yang dapat menjadi penuntun bagi manusia agar dapat jadi penuntun bagi manusia
agar dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan itu. Kepercayaan yang
dimaksud diusahakan tahan lama, kaya akan isinya dan mempunyai dasar-dasar yang
kuat.
Dasar-dasar yang telah diketemukan, yang akhirnya
dirangkum menjadi konsep filsafat pendidikan esensialisme ini, tamapk
manifestasinya dalam sejarah dari zaman Renaisans sampai timbulnya
Progresivisme.
1. PANDANGAN MENGENAI REALITA
Sifat
yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsepsi bahwa dunia ini
dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan
tiada cela pula, ini berarti bagaimanapun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita
manusia haruslah disesuaikan dengan tata tersebut. Dibawah ini adalah uraian mengenai
penjabarannya menurut realisme dan idealisme.
a. Realisme yang mendukung esensialisme disebut realisme
obyektif karena mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tempat
manusia didalamnya. Terutama sekali ada dua golongan ilmu pengetahuan yang
mempengaruhi realisme ini.
Dari
fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari
alam fisik ini dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang jelas khusus. Ini
berarti bahwa suatu kejadian yang sederhanapun dapat ditafsirkan menurut hukum
alam, seperti misalnya daya tarik bumi.
b. Idealisme obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih
optimis dibandingkan dengan realisme obyektif. Yang dimaksud dengan ini adalah
bahwa pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi
segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini
pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian
bahwa segala sesuatu yang ada ini nyata. Ajaran-ajaran Hegel memperjelas
pandangan tersebut diatas.
2.
PANDANGAN
MENGENAI NILAI
Nilai, seperti halnya pengetahuan berakar pada dan
diperoleh dari sumber-sumber obyektif. Sedangkan sifat-sifat nilai tergantung
dari pandangan yang timbul dari realisme dan idealisme. Kedua aliran ini
menyangkutkan masalah nilai dengan semua aspek peri kehidupan manusia yang
berarti meliputi pendidikan. Pandangan dari dua aliran ini, yang mengenai nilai
pada umumnya dan nilai keindahan pada khususnya akan dipaparkan berikut ini.
Untuk hal yang pertama, dapatlah ditunjukan bahwa nilai
mempunyai pembawaan atas dasar komposisi yang ada. Misalnya, kombinasi warna
akan menimbulkan kesan baik, bila penempatan dan fungsinya disesuaikan dengan
pembawaan dari komponen-komponen yang ada.
Untuk hal yang kedua, dapatlah diutarakan bahwa sikap,
tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik
dan buruk.
3.
PANDANGAN
MENGENAI PENDIDIKAN
Pandangan mengenai pendidikan yang diutarakan disini
bersifat umum, simplikatif dan selektif, dengan maksud agar semata-mata dpat
memberikangambaran mengenai bagian-bagian utama dari esensialisme. Disamping
itu karena tidak setiap filsuf idealis dan realis mempunyai faham esensialistis
yang sistematis, maka uraian ini bersifat eklektik.
Esensialisme timbul karena adanya tantangan mengenai
perlunya usaha emansipasi diri sendiri, sebagaimana dijalankan oleh para filsuf
pada umumnya ditinjau dari sudut abad pertengahan. Usaha ini diisi dengan
pandangan-pandangan yang bersifat menanggapi hidup yang mengarah kepada
keduniaan, ilmiah dan teknologi, yang ciri-cirinya telah ada sejak zaman
Renaisans.
Tokoh yang perlu dibicarakan dalam rangka menyingkap
sejarah esensialisme ini adalah William T. Harris (1835-1909). Sebagai tokoh
Amerika Serikat yang dipengaruhi oleh Hegel ini berusaha menerapkan idealisme
obyektif pada pendidikan umum. Menurut Harris, tugas pendidikan adalah
mengijinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang tidak terelakan (pasti)
bersendikan kesatuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai
yang telah turun-menurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang kepada
masyarakat.
Oleh karena terasaskan adanya saingan dari
progresivisme, maka pada sekitar tahun 1930 timbul organisasi yang bernama Esentialist
Comittee for the Advancement of Education. Dengan timbulnya Komite ini
pandangan-pandangan esensialisme (menurut tafsiran abad xx), mulai
diketengahkan dalam dunia pendidikan.
4. PANDANGAN MENGENAI PENGETAHUAN
Pada kacamata realisme masalah pengetahuan ini, manusia
adalah sasaran pandangan sebagai makhluk yang padanya berlaku hukum yang
mekanistis evolusionistis. Sedangkan menurut idealisme, pandangan mengenai
pengetahuan bersendikan pada pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang
adanya merupakan refleksi dari Tuhan dan yang timbul dari hubungan antara
makrokosmos dan mikrokosmos.
5. PANDANGAN MENGENAI BELAJAR
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya
mengenai pribadi individual dengan menitikberatkan pada aku, menurut idealisme,
seseorang belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus
bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju
kemakrokosmos.
Sebagai contoh, dengan landasan pandangan diatas,
dapatlah dikemukakan pandangan Immanuel Kant (1724-1804). Dijelaskan bahwa
segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia lewat indera memerlukan unsur a
priori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
6. PANDANGAN MENGENAI KURIKULUM
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu
hendaklah berpangkal pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Bersumber
atas pandangan ini, kegiatan-kegiatan pendidikan dilakukan. Pandangan dari dua
tokoh dipaparkan dibawah ini.
Herman Harrell Horne menulis dalam bukunya yang berjudul This
New Education mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan atas
fundamental tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat
yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada
yang serba baik tersebut. Atas dasar ketentuan ini berarti bahwa kegiatan atau
keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen
itu.
Bogoslousky, dalam bukunya The Ideal School,
mengutarakan hal-hal yang lebih jelas dari Horne. Disamping menegaskan supaya
kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan
yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai
empat bagian, ialah :
a. Universum.
Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala manifestasi hidup
manusia, diantaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal-usul tata surya
dan lain-lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat
yang diperluas.
b. Sivilisasi.
Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan
sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar
kebutuhan, hidup aman dan sejahtera.
c. Kebudayaan.
Karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan,
agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
d. Kepribadian. Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak
bertentangan dengan kepribadian yang ideal.
Jadi, tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk
pribadi bahagia didunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu
pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia.
Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang
bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam
sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum,
seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan
kenyataan sosial yang ada dimasyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar