Rabu, 02 Desember 2015

FILASAFAT ESENSIALISME DALAM PENDIDIKAN



Filsafat Esensialisme dalam Pendidikan
Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakat. Pendidikan selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan sosial-budaya dan perkembangan iptek. Pemikiran-pemikiran aliran pendidikan berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran terdahulu yang selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir berikutnya, karena dialog tersebut akan mmelahirkan pemikiran-pemikiran baru. Agar diskusi dapat diikuti dan dipahami maka ada berbagai aspek yang harus dipahami terlebih dahulu, karena setiap calon tenaga pendidik harus memahami aliran-aliran pendidikan agar dapat menangkap makna setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu.
A.    FILSAFAT PENDIDIKAN ESENSIALISME
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia, yang muncul pada zaman renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresifisme. Perbedaannya yang utama adalah memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serta terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan denga doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunya tata yang jelas. Idealisme dan realisme sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
1.      Pandangan dan penerapannya dibidang pendidikan
1.1  Pandangan esensialisme mengenai belajar
Idealisme sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada individu tersebut. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami dirinya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dengan mengambil landasan fikir, belajar  dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual yang jiwanya membina dan menciptakan diri sendiri.
Belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis, yaitu determinasi mutlak dan determinasi terbatas.
1.2  Pandangan Esensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Sehingga kegiatan dan keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejajar dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan.

2.      Pandangan dan Sikap Tentang Aliran Esensialisme
1)      Pandangan secara Ontologi
Sifat yang menonjol dari ontology esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikusai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Tujuan umum aliran ini adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan di akhirat yang isi pendidikannya mencakup  ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.
2.      Pandangan secara Epistimologi
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistimologi esensialisme. Sebab jika manusia mampu menyadari realita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestinya.
3.      Pandangan secara Axiologi
Pandangan ontologi dan epistimologi sangan mempengaruhi pandangan axiologi. Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal, tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme sebab esensialisme terbina oleh kedua syarat tersebut.

a.       Teori nilai menurut idealism
Penganut idealisme berpegang bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika banyak interaktif berada di dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Menurut idealisme bahwa sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk
b.      Teori nilai menurut realism
Prinsip sederhana realisme tentang etika adalah melalui asas ontologi bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Esensialisme menerapkan prinsip idealisme dan realisme secara eklektis, filsafat ini berpendapat bahwa alam semesta dan isinya diatur oleh hukum yang mencakup semuanya sehingga tugas manusia hanya memahami agar bisa menghargai dan menyesuaikan diri dengan tatanan tersebut.

B.     Ciri-ciri Aliran Esensialisme
Esensialisme yang berkembang pada zaman Renaissance mempunyai tinjauan yang berbeda dengan progressivisme mengenai pendidikan dan kebudayaan. Jika progressivisme menganggap pendidikan yang penuh fleksibelitas, serba terbuka untuk perubahan, tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, toleran dan nilai-nilai dapat berubah dan berkembang, maka aliran Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi
Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif, selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan Esensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas.
Idealisme dan Realisme adalahaliran-aliran filsafat yang membentuk corak Esensialisme. Sumbangan yang diberikan oleh masing-masing ini bersifat eklektik, artinya dua aliran filsafat ini bertemu sebagai pendukung Esensialisme, tetapi tidak lebur menjadi satu. Berarti, tidak melepaskan sifat-sifat utama masing-masing.
Realisme modern yang menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan(ide-ide). Di balik duni fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Dengan menguji menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya, manusia akan dapat mencapai kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan sendiri.
Menurut William C. Bagley ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme adalah sebagai berikut :
1.      Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering timbul dari upaya-upaya belajar awal yang memikkat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
2.      Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang dewasa melekat dalam masa balita yang panjang atau ketergantungan yang khusus pada spesies mansia.
3.      Oleh karena kamampuan untunk kedisiplinan diri harus menjad tujuan pendidikan.
4.      Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh dan kuat tentang pedidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya memberikan sebuah teri lemah.
C.     Prinsip – prinsip pendidikan aliran Esensialisme
Prinsip – prinsip pendidikan aliran Esensialisme antara lain :
1.      Belajar pada dasarnya melibatkan kerja keras dan dapat menimbulkan keseganan dan menekankan pentingnya prinsip disiplin.
2.      Inisiatif dalam pendidikan harus ditekankan pada pendidik bukan pada anak didik.
3.      Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek materi yang telah ditentukan.
4.      Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.
5.      Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum, karena dianggap tuntunan demokrasi yang nyata.
D.    POLA DASAR PENDIDIKAN ESSENSIALISME
Uraian berikut ini akan memberikan penjelasan tentang pola dasar pendidikan aliran esensialisme yang didasari oleh pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada keduniaan, serba ilmiah dan materialistik.
Untuk mendapatkan pemahaman pola dasar yang lebih rinci kita harus mengenal dari referensi pendidikan esensialisme. Imam Barnadib (1985)11) mengemukakan beberapa tokoh terkemuka yang berperan dalam penyebaran aliran essensialisme dan sekaligus memberikan pola dasar pemikiran mereka.
1)      Desidarius Erasmus,  humanis Belanda yang hidup pada akhir abad ke15 dan permulaan abad ke 16, adalah tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yanag berbijak pada “dunia lain”. Ia berusaha agar kurikulum di sekolah bersifat humanistis dan bersifat internasional, sehingga dapat diikuti oleh kaum tengahan dan aristokrat.
2)      Johann Amos Comeniuc (1592-1670), tokoh Reinaissance yang pertama yang berusaha mensistematiskan proses pengajaran. Ia memiliki pandangan realis yang dogmatis, dan karena dunia ini dinamis dan bertujuan, maka tugas kewajiban pendidikaan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan.
3)      John Lock (1632-1704), tokoh dari inggris dan populer sebagai “pemikir dunia” mengatakan bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
4)      Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827), mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu ia percaya kepada hal-hal yang transendental, dan manusia mempunyai hubungan transendental langsung dengan Tuhan.
5)      Johann Frederich Frobel (1782-1852), seorang tokoh transendental pula yang corak pandangannya bersifat kosmissintetis, dan manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini. Oleh karena itu ia tunduk dan mengikuti ketentuan dari hukum-hukum alam. Terhadap pendidikan ia memandang anak sebagai makhluk yang berekspresi kreatif, dan tugas pendidikan adalah memimpin peserta didik kearah kesadaran diri sendiri yang murni, sesuai fitrah kejadiannya.
6)      Johann Fiedrich Herbart (1776-1841), salah seorang murid Immanuel Kant yang berpandangan kritis. Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari Yang Mutlak, berarti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan, dan ini pula yang disebut “pengajaran yang mendidik” dalam proses pencapaian pendidikan.
7)      Tokoh terakhir dari Amerika Serikat, William T. Harris (1835-1909)-pengikut Hegel, berusaha menerapkan Idealisme Obyektif pada pendidikan umum. Menurut dia bahwa tugas pendidikan adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual. Keberhasilan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri setiap orang kepada masyarakat
E.     BEBERAPA PANDANGAN DALAM ESENSIALISME
Sebagai reaksi dalam tuntutan zaman yang ditandai oleh suasana hidup yang menjurus kepada keduniaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mulai terasa sejak abad ke15, realisme dan idealisme perlu menyusun pandangan-pandangan yang modern. Untuk itu perlu disusun kepercayaan yang dapat menjadi penuntun bagi manusia agar dapat jadi penuntun bagi manusia agar dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan itu. Kepercayaan yang dimaksud diusahakan tahan lama, kaya akan isinya dan mempunyai dasar-dasar yang kuat.
Dasar-dasar yang telah diketemukan, yang akhirnya dirangkum menjadi konsep filsafat pendidikan esensialisme ini, tamapk manifestasinya dalam sejarah dari zaman Renaisans sampai timbulnya Progresivisme.
1.      PANDANGAN MENGENAI REALITA
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsepsi bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula, ini berarti bagaimanapun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata tersebut. Dibawah ini adalah uraian mengenai penjabarannya menurut realisme dan idealisme.
a.    Realisme yang mendukung esensialisme disebut realisme obyektif karena mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tempat manusia didalamnya. Terutama sekali ada dua golongan ilmu pengetahuan yang mempengaruhi realisme ini.
Dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisik ini dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang jelas khusus. Ini berarti bahwa suatu kejadian yang sederhanapun dapat ditafsirkan menurut hukum alam, seperti misalnya daya tarik  bumi.
b.   Idealisme obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis dibandingkan dengan realisme obyektif. Yang dimaksud dengan ini adalah bahwa pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini nyata. Ajaran-ajaran Hegel memperjelas pandangan tersebut diatas.
2.      PANDANGAN MENGENAI NILAI
Nilai, seperti halnya pengetahuan berakar pada dan diperoleh dari sumber-sumber obyektif. Sedangkan sifat-sifat nilai tergantung dari pandangan yang timbul dari realisme dan idealisme. Kedua aliran ini menyangkutkan masalah nilai dengan semua aspek peri kehidupan manusia yang berarti meliputi pendidikan. Pandangan dari dua aliran ini, yang mengenai nilai pada umumnya dan nilai keindahan pada khususnya akan dipaparkan berikut ini.
Untuk hal yang pertama, dapatlah ditunjukan bahwa nilai mempunyai pembawaan atas dasar komposisi yang ada. Misalnya, kombinasi warna akan menimbulkan kesan baik, bila penempatan dan fungsinya disesuaikan dengan pembawaan dari komponen-komponen yang ada.

Untuk hal yang kedua, dapatlah diutarakan bahwa sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk.

3.      PANDANGAN MENGENAI PENDIDIKAN
Pandangan mengenai pendidikan yang diutarakan disini bersifat umum, simplikatif dan selektif, dengan maksud agar semata-mata dpat memberikangambaran mengenai bagian-bagian utama dari esensialisme. Disamping itu karena tidak setiap filsuf idealis dan realis mempunyai faham esensialistis yang sistematis, maka uraian ini bersifat eklektik.
Esensialisme timbul karena adanya tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri sendiri, sebagaimana dijalankan oleh para filsuf pada umumnya ditinjau dari sudut abad pertengahan. Usaha ini diisi dengan pandangan-pandangan yang bersifat menanggapi hidup yang mengarah kepada keduniaan, ilmiah dan teknologi, yang ciri-cirinya telah ada sejak zaman Renaisans.
Tokoh yang perlu dibicarakan dalam rangka menyingkap sejarah esensialisme ini adalah William T. Harris (1835-1909). Sebagai tokoh Amerika Serikat yang dipengaruhi oleh Hegel ini berusaha menerapkan idealisme obyektif pada pendidikan umum. Menurut Harris, tugas pendidikan adalah mengijinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang tidak terelakan (pasti) bersendikan kesatuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun-menurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang kepada masyarakat.
Oleh karena terasaskan adanya saingan  dari progresivisme, maka pada sekitar tahun 1930 timbul organisasi yang bernama Esentialist Comittee for the Advancement of Education. Dengan timbulnya Komite ini pandangan-pandangan esensialisme (menurut tafsiran abad xx), mulai diketengahkan dalam dunia pendidikan.

4.      PANDANGAN MENGENAI PENGETAHUAN
Pada kacamata realisme masalah pengetahuan ini, manusia adalah sasaran pandangan sebagai makhluk yang padanya berlaku hukum yang mekanistis evolusionistis. Sedangkan menurut idealisme, pandangan mengenai pengetahuan bersendikan pada pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang adanya merupakan refleksi dari Tuhan dan yang timbul dari hubungan antara makrokosmos dan mikrokosmos.

5.      PANDANGAN MENGENAI BELAJAR
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individual dengan menitikberatkan pada aku, menurut idealisme, seseorang belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju kemakrokosmos.
Sebagai contoh, dengan landasan pandangan diatas, dapatlah dikemukakan pandangan Immanuel Kant (1724-1804). Dijelaskan bahwa segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia lewat indera memerlukan unsur a priori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.

6.      PANDANGAN MENGENAI KURIKULUM
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Bersumber atas pandangan ini, kegiatan-kegiatan pendidikan dilakukan. Pandangan dari dua tokoh dipaparkan dibawah ini.
Herman Harrell Horne menulis dalam bukunya yang berjudul This New Education mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan atas fundamental tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik tersebut. Atas dasar ketentuan ini berarti bahwa kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen itu.
Bogoslousky, dalam bukunya The Ideal School, mengutarakan hal-hal yang lebih jelas dari Horne. Disamping menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian, ialah :
a.       Universum. Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala manifestasi hidup manusia, diantaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal-usul tata surya dan lain-lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
b.      Sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, hidup aman dan sejahtera.
c.       Kebudayaan. Karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
d.      Kepribadian. Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal.

Jadi, tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia didunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur  dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada dimasyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar